Jumat, 06 Mei 2011

KI HADJAR DEWANTARA
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun; selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998.[2]
Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).
Masa muda dan awal karier
Soewardi berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta. Ia menamatkan pendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar Eropa/Belanda). Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonial.
Aktivitas pergerakan
Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO) tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia (terutama Jawa) pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama BO di Yogyakarta juga diorganisasi olehnya.
Soewardi muda juga menjadi anggota organisasi Insulinde, suatu organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh Ernest Douwes Dekker (DD). Ketika kemudian DD mendirikan Indische Partij, Soewardi diajaknya pula.
Als ik eens Nederlander was
Sewaktu pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga, termasuk pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis pada tahun 1913, timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk Soewardi. Ia kemudian menulis "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga". Namun kolom KHD yang paling terkenal adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik eens Nederlander was"), dimuat dalam surat kabar De Expres pimpinan DD, tahun 1913. Isi artikel ini terasa pedas sekali di kalangan pejabat Hindia Belanda. Kutipan tulisan tersebut antara lain sebagai berikut.
"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya".
Beberapa pejabat Belanda menyangsikan tulisan ini asli dibuat oleh Soewardi sendiri karena gaya bahasanya yang berbeda dari tulisan-tulisannya sebelum ini. Kalaupun benar ia yang menulis, mereka menganggap DD berperan dalam memanas-manasi Soewardi untuk menulis dengan gaya demikian.
Akibat tulisan ini ia ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg dan akan diasingkan ke Pulau Bangka (atas permintaan sendiri). Namun demikian kedua rekannya, DD dan Tjipto Mangoenkoesoemo, memprotes dan akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda (1913). Ketiga tokoh ini dikenal sebagai "Tiga Serangkai". Soewardi kala itu baru berusia 24 tahun.
Dalam pengasingan
Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia).
Di sinilah ia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori, serta pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.
Taman Siswa
Soewardi kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Segera kemudian ia bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada tanggal 3 Juli 1922: Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Saat ia genap berusia 40 tahun menurut hitungan penanggalan Jawa, ia mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.
Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. ("di depan menjadi teladan, di tengah membangun semangat, dari belakang mendukung"). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa.

Kesan Terhadap Tokoh :

"Jika kita telah membaca dan mengetahui sejarah biografi dan perjuangan tokoh pahlawan yang memperjuangkan bangsa indonesia dalam bidang pendidikan yaitu seperti Ki Hadjar Dewantara. Beliau memperjuangkannya karena beliau begitu sangat mencintai tanah air indonesia tempat dimana ia hidup. Beliau sedih memikirkan pendidikan di indonesia pada masa itu, lalu beliau bertekad untuk membenari dan mengarahkan pendidikan di indonesia ini ke jalan yang lebih baik dari sebelumnya. Dan pada masa itu pula dulu orang orang pribumi seperti kita tidak diperbolehkan untuk mendapatkan pendidikan yang layak, dan hanya beliau lah yang merubah aturan tersebut sehingga kita dapat menikmati bangku sekolah dan mendapatkan pendidikan yang layak. Untuk itu kita wajib berterima kasih kepada beliau yang telah mengubah wajah indonesia dalam hal pendidikan. Saya berharap, kita sebagai penerus perjuangan bangsa ini, harus mempertahankan semangat juang kita agar terus memajukkan bangsa indonesia yang kita cintai ini dalam bidang pendidikan dan kita harus menghormati seorang guru kita bagai kita menghormati beliau, sang pahlawan pendidikan kita."


TUGAS WAWANCARA ILMU BUDAYA DASAR


Pada suatu hari tepatnya dihari kamis pada tanggal 5 Mei 2011 sore hari dini, saya mengantarkan temen saya pulang menuju rumahnya yang berada di Jakarta Selatan tepatnya di daerah Pasar Minggu. Dalam perjalanan itu saya teringat akan tugas IBD saya untuk mewawancarai seseorang yang mempunyai sebuah wawasan dan pengalaman dalam mendirikan sebuah usaha baik dalam usaha kecil maupun dalam usaha yang besar. Dan ketika sampai dirumah teman saya, saya meminta ijin kepada temen saya untuk mewawancarai Ibunya sebagai pemilik usaha dalam menjual makanan yaitu seperti warung makan yang didirikan di dalam rumahnya sendiri. Setelah mendapatkan izin dari teman saya, maka saya pun meminta izin pula terhadap ibunya untuk diwawancarai dan untuk di foto bersama dengan saya dan bermacam macam makanan yang disajikan untuk dijualnya.
Lalu saya memulai wawancara dengan Ibu dari teman saya itu yang bernama Ibu Daryati pemilik warung makan tersebut :
Saya     : “Mengapa ibu memilih mendirikan warung makan sebagai usaha ibu dalam kehidupan sehari  
    hari, mengapa tidak memilih yang lainnya?”
Ibu       : “Ibu memilih berusaha membangun sebuah warung makan karena ini adalah salah satu kelebihan ibu dalam memasak aneka makanan untuk dijual kepada para pembeli dan ibu pun senang akan melakukan hal ini untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari dan untuk membantu suami ibu dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari hari.”

Saya     : “Sejak kapan ibu mendirikan usaha warung makan ini?”
Ibu       : “Sejak ibu pindah ke rumah ini, kurang lebih dari pertengahan tahun 2008”

Saya     : “Menu makanan apa saja yang ibu jual di warung makan ini?”
Ibu       : “Berbagai macam makanan yang ibu jual seperti telur dadar, telur mata sapi, tempe oreng, semur sayur, ayam goring, ayam semur kecap, ayam gulai, dll. Ibu juga sekaligus menjual berbagai menu minuman seperti kopi, teh manis, es teh manis, pop ice, susu kopi, minuman bersoda, dll.”

Saya     : “Adakah kendala ibu dalam berusaha mendirikan warung makan ini?”
Ibu       : “Pasti ada, persaingan dengan warung lainnya pasti tidak bisa ibu menolak dan menghindar dari hal tersebut. Ibu hanya berharap semoga ibu mendapatkan rezeki yang cukup untuk kehidupan ibu dan keluarga sehari hari.”

Saya     : “Apakah suami ibu mendukung sepenuhnya usaha yang ibu tekuni ini sebelum ibu membangun usaha tersebut?”
Ibu       : “Awalnya suami ibu kurang menyetujui usul yang ibu berikan terhadapnya dengan membangun usaha warung makan ini, karena suami ibu takut jika nantinya ibu kurang bisa membagi waktu antara mengurus anak dengan mengurus usaha ibu ini. Tetapi tetap saja ibu lakukan, dan ibu tetap harus bisa membagi waktu untuk mengurus anak ibu. Alhasil Alhamdulillah ibu mendapatkan dukungan penuh dari suami ibu sendiri.”

Saya     : “Apakah ibu pernah menyerah dalam menghadapi kerugian yang besar yang hampir membuat warung makan ibu gulung tikar?”
Ibu       : “Ibu hanya merasakan hampir menyerah ketika ibu menghadapi kerugian yang besar yang hampir membuat warung makan ibu bangkrut. Tetapi ibu tetap terus semangat dalam mengembalikkan keadaan seperti semula, karena ibu tidak akan mensia siakan usaha yang telah ibu bangun selama 3 tahun ini.”

Saya     : “Terima kasih ibu telah bersedia saya wawancarai dalam menyelesaikan tugas saya tentang wawancara. Semoga warung makan ibu tambah sukses dan ibu mendapatkan rezeki yang berlimpah dari Allah SWT, amin.”
Ibu       : “Sama sama nak, terima kasih atas doanya ya nak. Amin.”